Thursday, April 28, 2011

Lempung, adsorben logam berat alami

Masalah pencemaran logam berat di lingkungan merupakan isu global saat ini. Logam berat (logam yang memiliki berat jenis > 5 g/L) secara alami ada di lingkungan, tetapi dalam jumlah yang sangat sedikit, sesuai dengan jumlah yang memang dibutuhkan oleh lingkungan itu sendiri. Dalam beberapa hal, logam-logam ini diperlukan pada mekanisme alam. Contoh sederhana logam besi (Fe) yang tidak bisa dilepaspusahkan dari darah.

Sayangnya, saat ini kadar beberapa logam berat (khususnya the big three heavy metals; Pb (Plumbum, Timbal), Cd (Cadmium) dan Hg (Mercury, Raksa)) sudah di atas ambang batas. Peristiwa seperti di teluk Minamata dan penyakit itai-itai (contoh gambarnya di sini )di Jepang bisa jadi terulang kembali.
Karena itulah, saat ini banyak ilmuwan yang melakukan penelitian untuk mereduksi kadar logam berat di alam. Termasuk saya, yang mengambil masalah ini menjadi skripsi untuk meraih gelar sarjana sains bidang kimia, tahun lalu.

Bahan penjerap yang saya pakai adalah lempung (tanah liat) dari desa Ouw, pulau Saparua, Maluku Tengah. Fyi, adsorpsi (penjerapan) dan absorpsi (penyerapan) itu ada bedanya. Pada adsorpsi, penjerapan terjadi hanya pada permukaan tetapi pada absorpsi, terjadi penyerapan adsorben hingga ke inti adsorbat :)

Nah, lempung ini sehari-hari digunakan masyarakat sekitar untuk membuat kerajinan. Lain halnya untuk ilmuwan. Lempung dijadikan bahan penelitian.
Lempung di alam

Karena pada penelitian sebelumnya, dikemukakan bahwa daya tukar kation lempung relatif tinggi, maka mulai  dilakukan eksperimen untuk menukarkan kation-kation alami yang sudah ada pada permukaan lempung (Na, K, Ca) dengan kation logam berat.

Tapi sebelumnya, lempung harus diaktivasi agar pori-pori permukaan terbuka, pelepasan kation alami lebih mudah sehingga jumlah situs aktifnya meningkat. Aktivasi ini dapat dilakukan dengan senyawa asam, basa maupun garam. Selama ini, aktivasi dengan asam merupakan cara yang paling baik karena logam larut dalam suasana asam. Tapi, pada penelitian yang saya lakukan, digunakan garam amonium nitrat dan hasil yang diperoleh lumayan mengejutkan... penjerapan yang terjadi hingga 99%.
Lempung setelah diaktivasi
Proses persiapan (pencucian lempung alami) hingga aktivasi memakan waktu sekitar 2 bulan. Ini karena saya yang (okee, hanya dalam penelitian ini) sangat perfeksionis. Saya ingin lempungnya benar-benar bersih dan bebas pengotor renik :) Setelah itu, baru dilakukan kontak dengan logam Cd dari Cadmium Sulfat. Awalnya dengan variasi waktu kontak dan dilanjutkan dengan variasi pH, konsentrasi logam dan suhu reaksi untuk mengetahui energi aktivasi, kemudian dilakukan analisis dengan Atomic Adsorption Specthrometry.

Dengan hasil penelitian ini, dapat dipastikan bahwa salah satu hasil alam Maluku bisa menjadi "sesuatu" yang bisa membantu "perang" kita dengan pencemaran lingkungan :)

1 comment: